Bab 1: Kebutuhan dan Daya Tarik Pembelajaran Mendalam (Deep Learning)
1. Relevansi yang Hilang dalam Pendidikan Konvensional
Pendidikan tradisional saat ini dianggap semakin tidak relevan bagi mayoritas siswa. Penelitian menunjukkan bahwa:
Tingkat Keterlibatan Siswa Menurun: Survei seperti Gallup Poll (2016) menunjukkan bahwa hanya 39% siswa SMA yang merasa terlibat dalam pembelajaran, turun drastis dari 95% di tingkat TK.
Ketidakpastian Masa Depan: Perubahan pasar kerja yang cepat dan ketidakpastian lapangan pekerjaan membuat siswa kesulitan melihat relevansi sekolah dengan masa depan mereka.
Kesenjangan Sosial-Ekonomi: Siswa dari latar belakang kurang mampu atau minoritas sering merasa tidak memiliki harapan dalam sistem pendidikan yang tidak memenuhi kebutuhan mereka.
Implikasi: Sistem pendidikan yang kaku dan berfokus pada konten semata tidak lagi memadai untuk mempersiapkan siswa menghadapi dunia yang kompleks dan berubah cepat.
2. Daya Tarik Pembelajaran Mendalam (Deep Learning)
Pembelajaran mendalam (deep learning) menawarkan solusi dengan fokus pada:
Identitas dan Tujuan: Siswa mengembangkan rasa identitas dan tujuan melalui proyek yang bermakna.
Kreativitas dan Penguasaan: Siswa mengeksplorasi minat mereka dan mengembangkan keterampilan melalui tantangan nyata.
Koneksi dengan Dunia: Pembelajaran terhubung dengan isu-isu lokal dan global, memupuk rasa tanggung jawab sebagai warga dunia.
Contoh Nyata:
Alex (Siswa SD, Kanada): Seorang siswa pemalu yang awalnya enggan berbicara di kelas menjadi percaya diri melalui kolaborasi dengan siswa SMA menggunakan teknologi digital.
Mara (Siswa SMP, Kanada): Terlibat dalam proyek keberlanjutan di Swedia, mengembangkan kompetensi global seperti karakter, kewarganegaraan, dan kolaborasi.
Christopher (Siswa SD, Kanada): Dari siswa yang tidak tertarik menjadi termotivasi setelah terlibat dalam proyek kewirausahaan sosial untuk mendukung penelitian kanker.
Kesimpulan: Deep learning tidak hanya meningkatkan keterlibatan siswa tetapi juga membangun kompetensi esensial seperti:
Karakter (ketahanan, empati)
Kewarganegaraan (kontribusi sosial)
Kolaborasi dan Komunikasi
Berpikir Kritis dan Kreativitas
3. Hipotesis Kesetaraan (Equity Hypothesis)
Deep learning sangat efektif untuk siswa yang paling terpinggirkan dalam sistem pendidikan tradisional, seperti:
Siswa dari keluarga kurang mampu.
Siswa dengan kebutuhan khusus atau hambatan belajar.
Siswa dari kelompok minoritas.
Alasan:
Pembelajaran yang relevan dan bermakna meningkatkan motivasi dan rasa memiliki.
Pendekatan berbasis proyek memungkinkan siswa belajar melalui konteks kehidupan nyata.
Kolaborasi dan dukungan teman sebangun membangun kepercayaan diri.
Contoh:
Sam (Siswa SMA, Kanada): Siswa dari komunitas First Nations yang awalnya berjuang di sekolah berubah menjadi pemimpin setelah terlibat dalam proyek penelitian tentang pengalaman siswa pribumi.
4. Tantangan dalam Menerapkan Deep Learning
Meskipun menjanjikan, penerapan deep learning secara luas menghadapi tantangan:
Perubahan Budaya: Guru dan sekolah perlu beralih dari model "guru sebagai pusat" ke "siswa sebagai pelaku aktif."
Kebijakan Pendidikan: Sistem ujian standar dan kurikulum kaku sering menghambat inovasi.
Ketidaksetaraan Akses: Tidak semua sekolah memiliki sumber daya atau dukungan untuk menerapkan deep learning.
Solusi Awal:
Pemimpin sekolah dan guru perlu menjadi "pembelajar" yang berani mencoba pendekatan baru.
Kolaborasi antar-sekolah dan komunitas untuk berbagi praktik terbaik.
Dukungan kebijakan yang memprioritaskan pembelajaran berbasis kompetensi, bukan sekadar konten.
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments